Jumat, 07 November 2014

CARA BUDIDAYA PADI GOGO




                                          BUDIDAYA PADI GOGO

Padi gogo ialah padi yang ditanam di tanah tegalan atau juga disebut padi tegalan. Sedang yang dimaksud tegalan ialah tanah kering yang terletak di sekitar daerah pemukiman (desa), yang karena keadaannya sehingga tidak dapat diubah menjadi sawah. Penanaman padi tegalan banyak dijumpai di pulau Jawa dan Madura.

Di bawah ini beberapa tahapan cara budidaya padi gogo :
A. Pengolahan Tanah
            Waktu yang baik untuk pengerjaan tanah pertama kali adalah waktu sebelum adanya hujan atau pada akhir musim kemarau. Jadi, kira-kira akhir bulan Oktober atau permulaan bulan November.
Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengolah tanah ini sama seperti alat-alat yang dipakai pada pengolahaan padi sawah, misalnya cangkul, bajak, dan garu.
Tanah tegalan yang akan di pakai harus bersih dari rumput-rumputan. Saluran-saluran pembuangan air dibuat, pematang-pematang juga perlu diatur kembali.
Sesudah pembersihan selesai, tanah lalu dibajak, bagian-bagian tanah yang tidak bisa dibajak, misalnya sudut-sudut petakan dan berbatu bisa dikerjakan dengan dicangkul. Untuk tanah normal pembajakan dilakukan 2 kali, tetapi untuk tanah berat pembajakan dilakukan sampai 3 kali.
Untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah dan sekaligus meratakan, dikerjakan denngan garu. Menggaru biasanya dilakukan 2 atau 3 kali, sampai tanah menjadi halus dan memungkinkan utuk ditanami.

B. Penanaman
            Pada penanaman padi, penggunaan biji yang akan ditanam harus diperhatikan, sebaiknya dipakai bibit unggul, misalnya jenis Gama, Kartuna, dan Rantai Mas. Walaupun benih yang dipakai sudah merupakan unggulan, namun sebaiknya bibit itu harus dipilih lagi sehinggas diperoleh bibit yang betul-betul baik.
Criteria bibit yang baik antara lain :
• Bibit harus betul-betul tua dan kering
• Dipilih biji yang besar-besar dan bernas
• Bibit harus murni artinya tidak tercampur kotoran atau bibit jenis lain
• Bibit harus bebas dari hama dan penyakit
Agar bibit bebas dari hama dan penyakit, terutama adanya gangguan hama dan penyakit di dalam tanah, sebelum ditanam, bibit harus diobati terlebih dahulu.
Obat yang digunakan untuk mengobati bibit biasanya aldrin, 1 kg bibit cukup diobati dengan 12 gram aldrin. Jadi tegalan 1 hektar yang kira-kira memerlukan 30-40 kg bibit cukup dengan aldrin 0,5 kg. caranya\, aldrin dicairkan dengan air lalu diaduk dengan benihnya dengan menggunakan alat pengaduk obat yang berbentuk drum.
Cara menanamnya biasanya dengan ditugalkan, atau dengan menggunakan alat yang membuat larikan sekaligus membuat lubang.
• Dalamnya lubang rung lebih 4 cm
• Jarak tanam antara 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm
• Tiap lubang diisi dengan 4-5 biji.
Bibit yang telah ditanam, tutup dengan tanah tipis saja, karena kalau terlalu tebal bibit tidak akan tumbuh.

C. Pemeliharaan
            1. Penyiangan
                        Rumput-rumput yang telah tumbuh disekitar tanaman harus segera dicabut atau disiangi. Alat yyang digunakan dengan tangan antara lain, cangkul maupun sabit. Waktu penyiangan apabila tanaman sudah berumur 3 minggu. Pada saat penyiangan dilakukan juga penggemburan tanah.
            2. Pemupukan
                        Pemupukan yang diberikan dapat berupa pupuk alam (kompos, maupun pupuk hijau) dan pupuk buatan. Pupuk alam diberikan sebelum tanam, tanah seluas 1 ha membutuhkan 10 ton pupuk kandang.
            Pupuk kandang diberikan 2 kali, yaitu;
1. Pertama diberikan apabila tanaman sudah berumur 3-4 minggu setelah penyiangan pertama.
2. Kedua diberikan apabila tanaman sudah berumur 6-8 minggu setelah penyiangan kedua.
Pupuk diberikan disekitar tanaman, caranya dapat dengan membuat lubang memanjang mengikuti baris tanaman. Banyak pupuk yang harus diberikan untuk tanah seluas 1 ha, yaitu :
• Urea 150 kg
• DS 200 kg
• ZK 250 kg
            3. Pemberantasan hama/penyakit
                        Hama yang berupa babi hutan dan burung dapat dihalau menggunakan jebakan atau barang-barang yang dapat mengusirnya. Tikus diberantas dengan phosphid yang dicampurkan pada beras/jagung yang kemudian dipasangkan di muka lubang atau di tempat mereka menyerang. Wang sangit dan ulat disemprot dengan endrin atau diazinon dengan campuran 1-2 cc dalam 1 liter air.

Sumber :
http://saswinhtml.blogspot.com/2014/06/kultur-teknis-padi-gogo.html?m=1
Oleh : Fitri Fahmia

TEBU TRANSGENIK



TEBU TRANSGENIK TAHAN KEKERINGAN DAN BERENDEMEN TINGGI


Penulis : Priyo Dwi Siswanto


Sumber : Universitas Jember



            http://evilgenius.student.unej.ac.id/




Indonesia akan mulai menjajaki pengembangan tanaman transgenik pada 2013. Dimulia dengan tanaman tebu. “Paling cepat, tanaman transgenik yang akan hadir di Indonesia adalah tebu tahan kering. Itu sudah secara resmi disetujui oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian,” kata Direktur Indonesia Biotechnology Information Center (IndoBIC) Dr. Bambang Purwantara di Jakarta, Senin (14/3). Tanaman yang akan diusahakan terlebih dahulu ialah tebu tahan kekeringan, jagung tahan hama, dan padi bervitamin A yang disebut beras emas (golden rice).

Untuk tanaman tebu tersebut, sampelnya sudah lolos uji coba keamanan berdasarkan pertimbangan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) Indonesia. Tahun ini, tebu transgenik tersebut sedang diuji keamanan hayati. Tahun depan direncanakan menjalani uji varietas. Dengan kata lain, pada 2013, tebu transgenik tahan kering ini sudah bisa diimplementasikan di lahan-lahan tebu Tanah Air. “Tebu akan menjadi produk transgenik paling cepat yang diluncurkan pada 2013, disusul jagung dan golden rice pada 2014,” lanjut Bambang yang juga Anggota Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Hasil Rekayasa Genetika (GM).

Tebu transgenik tersebut mengandung gen betA. Gen beA ini merupakan hasil isolasi bakteri E. Coli (Gram negatif yang biasa dijumpai dalam usus organisme berdarah hangat) atau R. Meliloti (Gram-negatif penambat nitrogen) yang menyandi protein choline dehydrogenase (CHD) enzim yang mengkatalis konversi choline menjadi betaine aldehyde. Pemasukan gen inilah yang menjadikan tebu menjadi tahan terhadap kekeringan.

Tanaman tebu memproduksi serbuk sari yang viabel dalam jumlah yang terbatas. Pada umumnya tebu dipanen sebelum tanaman berbunga. Kompatibilitas genetik tanaman tebu dengan kerabat liarnya sangat rendah. Oleh karena itu, kecil dampak yang mungkin ditimbulkan oleh tebu transgenic terhadap kerabat liarnya dan tanaman lainya sebagai akibat dari transfer gen. Tanaman tebu disebarkan ke lingkungan oleh manusia secara vegetatif pada areal tertentu dan kecil kemungkinannya menyebar sendiri melalui penyebaran biji, sehingga kecil kemungkinan dampak yang ditimbulkan karena penyebaran tebu transgenik secara alami.

Tanaman tebu transgenik toleran kekeringan dibudidayakan di Indonesia pada lahan tertentu (lahan kering). Tanaman tebu sulit menyerbuk silang sehingga risiko untuk menyerbuk silang kecil. Viabilitas benihnya rendah. Selain itu, Indonesia bukan tempat asal tebu. Sifat baru (novel) tidak akan ditransfer ke daerah atau lingkungan yang tidak dikelola (unmanaged environment).

Tidak ada data yang menyebutkan keberhasilan persilangan alami antara tanaman tebu dengan kerabat dekatnya, seperti disebutkan di Australia oleh Daniel & Roach (1987). Walaupun tebu mempunyai kerabat liar, tetapi kerabat liar tebu tidak diketemukan di sekitar kebun tebu (khususnya di Jawa) sehingga tidak ditemukan terjadinya persilangan. Penelitian sitogenetika telah membuktikan penyerbukan silang yang melibatkan spesies yang berbeda dan dengan kemungkinan jumlah dan struktur kromosom yang berbeda tidak bisa bertahan hidup dengan sempurna.

Ada lima negara berkembang sudah menggunakan tanaman biotek ini di Asia ada dua seperti Cina dan India, dua di Amerika Latin yakni Brazil dan Argentina dan satu di Afrika yaitu Afrika Selatan. Sementara itu 30 negara mengimpor produk tanaman biotek untuk digunakan pangan. Pada dasarnya prinsip pemuliaan tanaman, baik yang modern melalui penyinaran untuk menghasilkan mutasi maupun pemuliaan tradisional sejak zaman Mendel, adalah sama, yakni pertukaran materi genetik. Baik seleksi tanaman secara konvensional maupun rekayasa genetika, keduanya memanipulasi struktur genetika tanaman untuk mendapatkan kombinasi sifat keturunan (unggul) yang diinginkan.

Bedanya, pada zaman Mendel, kode genetik belum terungkap. Proses pemuliaan dilakukan dengan ”mata tertutup” sehingga sifat-sifat yang tidak diinginkan kembali bermunculan di samping sifat yang diharapkan. Cara konvensional tidak mempunyai ketelitian pemindahan gen. Sedangkan pada new biotechnology pemindahan gen dapat dilakukan lebih presisi dengan bantuan bakteri, khususnya sekarang dengan dikembangkannya metode-metode DNA rekombinan. Apa yang ingin dilakukan oleh para ahli genetika ialah memasukkan gen-gen spesifik tunggal ke dalam varietas-varietas tanaman yang bermanfaat. Hal ini akan meliputi dua langkah pokok. Pertama, memperoleh gen-gen tertentu dalam bentuk murni dan dalam jumlah yang berguna. Kedua, menciptakan cara-cara untuk memasukkan gen-gen tersebut ke kromosom-kromosom tanaman, sehingga mereka dapat berfungsi.Langkah yang pertama bukan lagi menjadi masalah.

Dengan teknik DNA rekombinan sekarang, ada kemungkinan untuk menumbuhkan setiap segmen dari setiap DNA pada bakteri. Tidak mudah untuk mengidentifikasi segmen khusus yang bersangkutan di antara koleksi klon. Khususnya untuk mengidentifikasi segmen tertentu yang bersangkutan di antara koleksi klon, apalagi untuk mengidentifikasi gen-gen yang berpengaruh pada sifat-sifat seperti hasil produksi tanaman. Langkah kedua, memasukkan kembali gen-gen klon ke dalam tanaman juga bukan sesuatu yang mudah. Peneliti menggunakan bakteri Agrobacterium yang dapat menginfeksi tumbuhan dengan lengkungan kecil DNA yang disebut plasmid Ti yang kemudian menempatkan diri sendiri ke dalam kromosom tumbuhan.

Agrobacterium merupakan vektor yang siap pakai. Tambahkan saja beberapa gen ke plasmid, oleskan pada sehelai daun, tunggu sampai infeksi terjadi, setelah itu tumbuhkan sebuah tumbuhan baru dari sel-sel daun tadi. Selanjutnya tumbuhan itu akan mewariskan gen baru kepada benih-benihnya. Rekayasa genetika pada tanaman tumbuh lebih cepat dibandingkan dunia kedokteran. Alasan pertama karena tumbuhan mempunyai sifat totipotensi (setiap potongan organ tumbuhan dapat menjadi tumbuhan yang sempurna). Hal ini tidak dapat terjadi pada hewan, kita tidak dapat menumbuhkan seekor tikus dari potongan kepala atau ekornya. Alasan kedua karena petani merupakan potensi besar bagi varietas-varietas baru yang lebih unggul, sehingga mengundang para pebisnis untuk masuk ke area ini.

Pengendalian Hama Kutu Kebul dengan Penggunaan Tanaman Jagung sebagai Tanaman Penghalang


Pengendalian Hama Kutu Kebul dengan Penggunaan Tanaman Jagung sebagai Tanaman Penghalang


Berita

Oleh : Yopi Wahyu Febrianto

Salah satu gangguan dalam meningkatkan produksi kedelai adalah serangan hama kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius. Kehilangan hasil akibat serangan hama kutu kebul ini dapat mencapai 80%, bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan puso (gagal panen). Sebagian besar pengendalian hama kutu kebul pada tanaman kedelai di tingkat petani sampai saat ini masih mengandalkan insektisida, namun demikian masih sering kali gagal dalam pelaksanaannya. Pengendalian hama kutu kebul dapat dilakukan dengan berlandaskan strategi penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Prinsip operasional yang digunakan dalam pelaksanaan PHT salah satunya adalah budi daya tanaman sehat.  Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologi yang tinggi terhadap gangguan hama. Pengendalian kultur teknis merupakan tindakan preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan sasaran agar populasi tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Salah satu tindakan kultur teknis adalah dengan menggunakan tanaman jagung sebagai penghalang (barier) pada tanaman kedelai untuk mengendalikan hama kutu kebul. Untuk mengembangkan teknik pengendalian hama ini diperlukan pengetahuan sifat-sifat ekosistem setempat khususnya tentang ekologi dan perilaku hama seperti tentang bagaimana hama memperoleh berbagai persyaratan bagi kehidupannya termasuk makanan, perkawinan, dan tempat persembunyian untuk menghindarkan serangan cuaca buruk dan berbagai musuh alami. Dari pengetahuan biologi dan ekologi hama, kita dapat mengerti tentang titik lemah hama sehingga dapat diketahui fase hidup hama yang paling tepat untuk dilakukan pengendalian. Teknik pengendalian hama secara budi daya dapat dikelompokkan menjadi empat sesuai dengan sasaran yang akan dicapai yaitu: 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup hama, 3) mengalihkan populasi hama menjauhi tanaman, dan 4) mengurangi dampak kerusakan tanaman.

Penanaman tanaman penghalang atau penolak bertujuan untuk menghambat penerbangan/migrasi hama. Penanaman jagung pada areal pertanaman kedelai dimaksudkan untuk menghalangi atau mengganggu migrasi hama kutu kebul. Penelitian Moreau (2010) menunjukkan kombinasi tanaman perangkap dengan yellow sticky traps mampu menurunkan populasi kutu kebul pada pertanaman cabai hingga 53%. Tanaman penghalang (barier) dengan tanaman jagung yang rapat dapat membantu mengurangi migrasi kutu kebul. Populasi kutu kebul pada tanaman kedelai yang tidak diberi tanaman penghalang rata-rata 50% lebih besar dibanding tanaman yang diberi penghalang sejak 35 hari setelah tanam (HST) (Tabel 1). Pada 63 HST, populasi kutu kebul pada petak dengan tanaman penghalang hanya sepertiga dari populasi kutu kebul pada petak tanpa penghalang. Tanaman jagung selain bermanfaat sebagai penghalang fisik masuknya kutu kebul ke pertanaman kedelai juga dapat berfungsi sebagai inang bagi serangga predator bagi kutu kebul seperti kumbang Coccinellidae (Menochilus sexmaculatus Fab.). Dengan adanya tanaman jagung di sekeliling tanaman kedelai diharapkan dapat melestarikan dan meningkatkan musuh alami yang telah ada dengan memanipulasi lingkungan sehingga menguntungkan kemampuan bertahan hidupnya. Penanaman jagung lebih awal yaitu 3 minggu sebelum tanaman kedelai dapat mencegah masuknya kutu kebul dari luar ke petak pertanaman kedelai.

Penanaman tanaman jagung 2-3 baris di sekeliling petak dengan jarak tanam rapat 50 x 15 cm yang ditanam 2-3 minggu sebelum tanam kedelai, merupakan tindakan kultur teknis yang melindungan tanaman kedelai dari serangan kutu kebul. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengendalian secara bercocok tanam perlu dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip PHT.

Sumber: Balitkabi

BERAS ANALOG



Beras Analog, Bukan Beras Biasa
Penulis: Deborah Gita Sakinah (13356)
Sumber: Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia


Indonesia dulunya dikenal dengan negara agraris. Hal ini didukung oleh fakta tercapainya swasembada pangan pada era Suharto dengan produksi beras 28,5 juta ton per tahun. Namun, peningkatan jumlah populasi penduduk Indonesia dengan maraknya problematika alih fungsi lahan menyebabkan turunnya angka produksi beras. Beras impor menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi juga dapat berperan sebagai jebakan pangan yang menciptakan ketergantungan. Strategi yang bisa dilakukan untuk untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah program diversifikasi pangan. Selain beras, Indonesia juga memiliki sumber pangan lokal lain seperti jagung, sorgum, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan lain-lain. Namun bahan pangan non beras tersebut kalah populer dengan beras dan konsumsinya pun semakin menurun akibat kebijakan swasembada beras yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Keunggulan beras pada ketersediaan yang melimpah, mudah dicari dan proses pengolahannya yang mudah mengakibatkan masyarakat menjadi sulit untuk dialihkan konsumsinya ke sumber pangan lain non beras. Agar program diverisikasi pangan yang dilakukan mampu menurunkan tingkat konsumsi beras dan mendongkrak tingkat konsumsi sumber pangan lain maka sumber bahan pangan lokal non beras tersebut harus diolah sedemikian rupa sehingga mempunyai karakteristik seperti beras, baik sifat-sifat fisik butiran, penanakan dan tekstur. Produk beras yang dibuat dari bahan non padi tersebut lebih dikenal sebagai beras analog.
Bentuk fisik dari beras analog ini mirip dengan beras padi, namun terbuat dari campuran bahan baku lokal, seperti sagu, sorgum, umbi-umbian, dan jagung. Bahan baku yang dipakai untuk sementara yaitu sorgum, jagung, dan sagu. Menurut Slamet Budjianto, sebagai produk diversifikasi pangan, beras analog memiliki keunggulan dalam komposisi bahan baku. Sorgum dipilih karena indeks glikemiknya rendah, dimana indeks glikemik tersebut merupakan dampak makanan terhadap kadar gula darah, begitupun jagung dan sagu. Sehingga beras analog ini menyehatkan dan baik bagi penderita diabetes. Kandungan protein beras analog 12 persen, lebih tinggi dibandingkan beras yang hanya 6-8 persen.
Sorgum bisa ditanam di lahan kritis, seperti daerah kering Nusa Tenggara. Demikian pula jagung. Kelebihan lain, sekali tanam, sorgum bisa dipanen sampai tiga kali. Batang sorgum bisa diolah menjadi silase untuk pakan ternak. Bahan baku lain, jagung juga mengandung protein lebih tinggi ketimbang beras. Sagu memang tidak memiliki kandungan protein, tetapi indeks glikemik sagu dan jagung juga rendah. Kandungan serat beras analog cukup tinggi sehingga menunjang perbaikan pencernaan. Dari sisi ketahanan terhadap lingkungan air payau, tanaman sagu cocok untuk menahan abrasi. Penanaman sagu di pesisir bermanfaat mengurangi dampak kenaikan muka laut akibat pemanasan global. Dengan demikian, mengonsumsi beras analog, selain memetik manfaat indeks glikemik rendah, juga berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan. Paling tidak, makan beras analog yang berbahan baku sorgum, jagung, dan sagu akan lebih lama merasa kenyang dan mendapat kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan beras. Kadar protein tinggi pada beras analog bisa memperbaiki gizi masyarakat yang kesulitan mengakses sumber protein.
Teknologi pembuatan beras analog membutuhkan alat granulator (mesin pencetak pelet), dan mesin lainnya. Proses pembuatan beras analog dapat menggunakan metode granulasi dan metode ekstrusi. Teknologi tersebut sudah dikembangkan di China dan Filipina. Pembuatan beras analog yang telah dikembangkan di IPB menggunakan teknologi ekstrusi dengan sistem tekanan dan pembentukan ulir yang menggunakan mesin tween screw extruder. Hasil akhirnya menyerupai beras, tetapi dengan warna kecoklat-coklatan. Hal paling kritis yang harus dikendalikan saat mencetak campuran bahan baku menjadi beras analog adalah ketepatan suhu, kecepatan ulir mesin, dan kadar air pada adonan. Berbeda dengan beras biasa yang dimasak bersama air, pada beras analog, air dididihkan lebih dulu, baru beras dimasukkan.
Kandungan zat gizi dalam beras analog bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Beras analog bisa dinaikkan kadar protein, serat, ataupun antioksidannya dengan menyesuaikan bahan baku. Slamet menyatakan, beras analog bisa dibuat menggunakan bahan baku lokal daerah terkait. Sifat fleksibel inilah yang menjadi titik unggul pada beras analog dan hal ini tentu saja dapat menekan angka impor beras dan gandum.  Dengan berbagai kelebihan itu, beras analog bisa dikembangkan secara luas, bahkan bisa diproduksi besar-besaran untuk ekspor. Kekayaan biodiversitas Indonesia berupa aneka tanaman sumber karbohidrat, protein, dan serat merupakan modal nyata.