PRAKTIKUM DASAR-DASAR PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
Selasa, 02 Desember 2014
Jumat, 07 November 2014
CARA BUDIDAYA PADI GOGO
BUDIDAYA PADI GOGO
Padi
gogo ialah padi yang ditanam di tanah tegalan atau juga disebut padi tegalan.
Sedang yang dimaksud tegalan ialah tanah kering yang terletak di sekitar daerah
pemukiman (desa), yang karena keadaannya sehingga tidak dapat diubah menjadi
sawah. Penanaman padi tegalan banyak dijumpai di pulau Jawa dan Madura.
Di bawah ini beberapa tahapan cara budidaya padi gogo :
A.
Pengolahan Tanah
Waktu yang baik untuk pengerjaan tanah pertama kali adalah waktu sebelum adanya hujan atau pada akhir musim kemarau. Jadi, kira-kira akhir bulan Oktober atau permulaan bulan November.
Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengolah tanah ini sama seperti alat-alat yang dipakai pada pengolahaan padi sawah, misalnya cangkul, bajak, dan garu.
Tanah tegalan yang akan di pakai harus bersih dari rumput-rumputan. Saluran-saluran pembuangan air dibuat, pematang-pematang juga perlu diatur kembali.
Sesudah pembersihan selesai, tanah lalu dibajak, bagian-bagian tanah yang tidak bisa dibajak, misalnya sudut-sudut petakan dan berbatu bisa dikerjakan dengan dicangkul. Untuk tanah normal pembajakan dilakukan 2 kali, tetapi untuk tanah berat pembajakan dilakukan sampai 3 kali.
Untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah dan sekaligus meratakan, dikerjakan denngan garu. Menggaru biasanya dilakukan 2 atau 3 kali, sampai tanah menjadi halus dan memungkinkan utuk ditanami.
Waktu yang baik untuk pengerjaan tanah pertama kali adalah waktu sebelum adanya hujan atau pada akhir musim kemarau. Jadi, kira-kira akhir bulan Oktober atau permulaan bulan November.
Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengolah tanah ini sama seperti alat-alat yang dipakai pada pengolahaan padi sawah, misalnya cangkul, bajak, dan garu.
Tanah tegalan yang akan di pakai harus bersih dari rumput-rumputan. Saluran-saluran pembuangan air dibuat, pematang-pematang juga perlu diatur kembali.
Sesudah pembersihan selesai, tanah lalu dibajak, bagian-bagian tanah yang tidak bisa dibajak, misalnya sudut-sudut petakan dan berbatu bisa dikerjakan dengan dicangkul. Untuk tanah normal pembajakan dilakukan 2 kali, tetapi untuk tanah berat pembajakan dilakukan sampai 3 kali.
Untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah dan sekaligus meratakan, dikerjakan denngan garu. Menggaru biasanya dilakukan 2 atau 3 kali, sampai tanah menjadi halus dan memungkinkan utuk ditanami.
B.
Penanaman
Pada penanaman padi, penggunaan biji yang akan ditanam harus diperhatikan, sebaiknya dipakai bibit unggul, misalnya jenis Gama, Kartuna, dan Rantai Mas. Walaupun benih yang dipakai sudah merupakan unggulan, namun sebaiknya bibit itu harus dipilih lagi sehinggas diperoleh bibit yang betul-betul baik.
Criteria bibit yang baik antara lain :
• Bibit harus betul-betul tua dan kering
• Dipilih biji yang besar-besar dan bernas
• Bibit harus murni artinya tidak tercampur kotoran atau bibit jenis lain
• Bibit harus bebas dari hama dan penyakit
Agar bibit bebas dari hama dan penyakit, terutama adanya gangguan hama dan penyakit di dalam tanah, sebelum ditanam, bibit harus diobati terlebih dahulu.
Obat yang digunakan untuk mengobati bibit biasanya aldrin, 1 kg bibit cukup diobati dengan 12 gram aldrin. Jadi tegalan 1 hektar yang kira-kira memerlukan 30-40 kg bibit cukup dengan aldrin 0,5 kg. caranya\, aldrin dicairkan dengan air lalu diaduk dengan benihnya dengan menggunakan alat pengaduk obat yang berbentuk drum.
Cara menanamnya biasanya dengan ditugalkan, atau dengan menggunakan alat yang membuat larikan sekaligus membuat lubang.
• Dalamnya lubang rung lebih 4 cm
• Jarak tanam antara 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm
• Tiap lubang diisi dengan 4-5 biji.
Bibit yang telah ditanam, tutup dengan tanah tipis saja, karena kalau terlalu tebal bibit tidak akan tumbuh.
Pada penanaman padi, penggunaan biji yang akan ditanam harus diperhatikan, sebaiknya dipakai bibit unggul, misalnya jenis Gama, Kartuna, dan Rantai Mas. Walaupun benih yang dipakai sudah merupakan unggulan, namun sebaiknya bibit itu harus dipilih lagi sehinggas diperoleh bibit yang betul-betul baik.
Criteria bibit yang baik antara lain :
• Bibit harus betul-betul tua dan kering
• Dipilih biji yang besar-besar dan bernas
• Bibit harus murni artinya tidak tercampur kotoran atau bibit jenis lain
• Bibit harus bebas dari hama dan penyakit
Agar bibit bebas dari hama dan penyakit, terutama adanya gangguan hama dan penyakit di dalam tanah, sebelum ditanam, bibit harus diobati terlebih dahulu.
Obat yang digunakan untuk mengobati bibit biasanya aldrin, 1 kg bibit cukup diobati dengan 12 gram aldrin. Jadi tegalan 1 hektar yang kira-kira memerlukan 30-40 kg bibit cukup dengan aldrin 0,5 kg. caranya\, aldrin dicairkan dengan air lalu diaduk dengan benihnya dengan menggunakan alat pengaduk obat yang berbentuk drum.
Cara menanamnya biasanya dengan ditugalkan, atau dengan menggunakan alat yang membuat larikan sekaligus membuat lubang.
• Dalamnya lubang rung lebih 4 cm
• Jarak tanam antara 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm
• Tiap lubang diisi dengan 4-5 biji.
Bibit yang telah ditanam, tutup dengan tanah tipis saja, karena kalau terlalu tebal bibit tidak akan tumbuh.
C.
Pemeliharaan
1. Penyiangan
Rumput-rumput yang telah tumbuh disekitar tanaman harus segera dicabut atau disiangi. Alat yyang digunakan dengan tangan antara lain, cangkul maupun sabit. Waktu penyiangan apabila tanaman sudah berumur 3 minggu. Pada saat penyiangan dilakukan juga penggemburan tanah.
2. Pemupukan
Pemupukan yang diberikan dapat berupa pupuk alam (kompos, maupun pupuk hijau) dan pupuk buatan. Pupuk alam diberikan sebelum tanam, tanah seluas 1 ha membutuhkan 10 ton pupuk kandang.
Pupuk kandang diberikan 2 kali, yaitu;
1. Pertama diberikan apabila tanaman sudah berumur 3-4 minggu setelah penyiangan pertama.
2. Kedua diberikan apabila tanaman sudah berumur 6-8 minggu setelah penyiangan kedua.
Pupuk diberikan disekitar tanaman, caranya dapat dengan membuat lubang memanjang mengikuti baris tanaman. Banyak pupuk yang harus diberikan untuk tanah seluas 1 ha, yaitu :
• Urea 150 kg
• DS 200 kg
• ZK 250 kg
3. Pemberantasan hama/penyakit
Hama yang berupa babi hutan dan burung dapat dihalau menggunakan jebakan atau barang-barang yang dapat mengusirnya. Tikus diberantas dengan phosphid yang dicampurkan pada beras/jagung yang kemudian dipasangkan di muka lubang atau di tempat mereka menyerang. Wang sangit dan ulat disemprot dengan endrin atau diazinon dengan campuran 1-2 cc dalam 1 liter air.
Sumber :
http://saswinhtml.blogspot.com/2014/06/kultur-teknis-padi-gogo.html?m=1
1. Penyiangan
Rumput-rumput yang telah tumbuh disekitar tanaman harus segera dicabut atau disiangi. Alat yyang digunakan dengan tangan antara lain, cangkul maupun sabit. Waktu penyiangan apabila tanaman sudah berumur 3 minggu. Pada saat penyiangan dilakukan juga penggemburan tanah.
2. Pemupukan
Pemupukan yang diberikan dapat berupa pupuk alam (kompos, maupun pupuk hijau) dan pupuk buatan. Pupuk alam diberikan sebelum tanam, tanah seluas 1 ha membutuhkan 10 ton pupuk kandang.
Pupuk kandang diberikan 2 kali, yaitu;
1. Pertama diberikan apabila tanaman sudah berumur 3-4 minggu setelah penyiangan pertama.
2. Kedua diberikan apabila tanaman sudah berumur 6-8 minggu setelah penyiangan kedua.
Pupuk diberikan disekitar tanaman, caranya dapat dengan membuat lubang memanjang mengikuti baris tanaman. Banyak pupuk yang harus diberikan untuk tanah seluas 1 ha, yaitu :
• Urea 150 kg
• DS 200 kg
• ZK 250 kg
3. Pemberantasan hama/penyakit
Hama yang berupa babi hutan dan burung dapat dihalau menggunakan jebakan atau barang-barang yang dapat mengusirnya. Tikus diberantas dengan phosphid yang dicampurkan pada beras/jagung yang kemudian dipasangkan di muka lubang atau di tempat mereka menyerang. Wang sangit dan ulat disemprot dengan endrin atau diazinon dengan campuran 1-2 cc dalam 1 liter air.
Sumber :
http://saswinhtml.blogspot.com/2014/06/kultur-teknis-padi-gogo.html?m=1
Oleh : Fitri Fahmia
TEBU TRANSGENIK
TEBU
TRANSGENIK TAHAN KEKERINGAN DAN BERENDEMEN TINGGI
Penulis : Priyo Dwi Siswanto
Sumber : Universitas Jember
http://evilgenius.student.unej.ac.id/
Indonesia
akan mulai menjajaki pengembangan tanaman transgenik pada 2013. Dimulia dengan
tanaman tebu. “Paling cepat, tanaman transgenik yang akan hadir di Indonesia
adalah tebu tahan kering. Itu sudah secara resmi disetujui oleh pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Pertanian,” kata Direktur Indonesia Biotechnology
Information Center (IndoBIC) Dr. Bambang Purwantara di Jakarta, Senin (14/3).
Tanaman yang akan diusahakan terlebih dahulu ialah tebu tahan kekeringan,
jagung tahan hama, dan padi bervitamin A yang disebut beras emas (golden rice).
Untuk tanaman
tebu tersebut, sampelnya sudah lolos uji coba keamanan berdasarkan pertimbangan
Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) Indonesia. Tahun ini,
tebu transgenik tersebut sedang diuji keamanan hayati. Tahun depan direncanakan
menjalani uji varietas. Dengan kata lain, pada 2013, tebu transgenik tahan
kering ini sudah bisa diimplementasikan di lahan-lahan tebu Tanah Air. “Tebu
akan menjadi produk transgenik paling cepat yang diluncurkan pada 2013, disusul
jagung dan golden rice pada 2014,” lanjut Bambang yang juga Anggota Keamanan
Hayati dan Keamanan Pangan Produk Hasil Rekayasa Genetika (GM).
Tebu
transgenik tersebut mengandung gen betA. Gen beA ini merupakan hasil isolasi
bakteri E. Coli (Gram negatif yang biasa dijumpai dalam usus organisme berdarah
hangat) atau R. Meliloti (Gram-negatif penambat nitrogen) yang menyandi protein
choline dehydrogenase (CHD) enzim yang mengkatalis konversi choline menjadi
betaine aldehyde. Pemasukan gen inilah yang menjadikan tebu menjadi tahan
terhadap kekeringan.
Tanaman tebu
memproduksi serbuk sari yang viabel dalam jumlah yang terbatas. Pada umumnya
tebu dipanen sebelum tanaman berbunga. Kompatibilitas genetik tanaman tebu
dengan kerabat liarnya sangat rendah. Oleh karena itu, kecil dampak yang
mungkin ditimbulkan oleh tebu transgenic terhadap kerabat liarnya dan tanaman
lainya sebagai akibat dari transfer gen. Tanaman tebu disebarkan ke lingkungan
oleh manusia secara vegetatif pada areal tertentu dan kecil kemungkinannya
menyebar sendiri melalui penyebaran biji, sehingga kecil kemungkinan dampak
yang ditimbulkan karena penyebaran tebu transgenik secara alami.
Tanaman tebu
transgenik toleran kekeringan dibudidayakan di Indonesia pada lahan tertentu
(lahan kering). Tanaman tebu sulit menyerbuk silang sehingga risiko untuk
menyerbuk silang kecil. Viabilitas benihnya rendah. Selain itu, Indonesia bukan
tempat asal tebu. Sifat baru (novel) tidak akan ditransfer ke daerah atau
lingkungan yang tidak dikelola (unmanaged environment).
Tidak ada
data yang menyebutkan keberhasilan persilangan alami antara tanaman tebu dengan
kerabat dekatnya, seperti disebutkan di Australia oleh Daniel & Roach
(1987). Walaupun tebu mempunyai kerabat liar, tetapi kerabat liar tebu tidak
diketemukan di sekitar kebun tebu (khususnya di Jawa) sehingga tidak ditemukan
terjadinya persilangan. Penelitian sitogenetika telah membuktikan penyerbukan
silang yang melibatkan spesies yang berbeda dan dengan kemungkinan jumlah dan
struktur kromosom yang berbeda tidak bisa bertahan hidup dengan sempurna.
Ada lima
negara berkembang sudah menggunakan tanaman biotek ini di Asia ada dua seperti
Cina dan India, dua di Amerika Latin yakni Brazil dan Argentina dan satu di
Afrika yaitu Afrika Selatan. Sementara itu 30 negara mengimpor produk tanaman
biotek untuk digunakan pangan. Pada dasarnya prinsip pemuliaan tanaman, baik
yang modern melalui penyinaran untuk menghasilkan mutasi maupun pemuliaan
tradisional sejak zaman Mendel, adalah sama, yakni pertukaran materi genetik.
Baik seleksi tanaman secara konvensional maupun rekayasa genetika, keduanya
memanipulasi struktur genetika tanaman untuk mendapatkan kombinasi sifat
keturunan (unggul) yang diinginkan.
Bedanya, pada
zaman Mendel, kode genetik belum terungkap. Proses pemuliaan dilakukan dengan
”mata tertutup” sehingga sifat-sifat yang tidak diinginkan kembali bermunculan
di samping sifat yang diharapkan. Cara konvensional tidak mempunyai ketelitian
pemindahan gen. Sedangkan pada new biotechnology pemindahan gen dapat dilakukan
lebih presisi dengan bantuan bakteri, khususnya sekarang dengan dikembangkannya
metode-metode DNA rekombinan. Apa yang ingin dilakukan oleh para ahli genetika
ialah memasukkan gen-gen spesifik tunggal ke dalam varietas-varietas tanaman
yang bermanfaat. Hal ini akan meliputi dua langkah pokok. Pertama, memperoleh
gen-gen tertentu dalam bentuk murni dan dalam jumlah yang berguna. Kedua,
menciptakan cara-cara untuk memasukkan gen-gen tersebut ke kromosom-kromosom
tanaman, sehingga mereka dapat berfungsi.Langkah yang pertama bukan lagi
menjadi masalah.
Dengan teknik
DNA rekombinan sekarang, ada kemungkinan untuk menumbuhkan setiap segmen dari
setiap DNA pada bakteri. Tidak mudah untuk mengidentifikasi segmen khusus yang
bersangkutan di antara koleksi klon. Khususnya untuk mengidentifikasi segmen
tertentu yang bersangkutan di antara koleksi klon, apalagi untuk
mengidentifikasi gen-gen yang berpengaruh pada sifat-sifat seperti hasil
produksi tanaman. Langkah kedua, memasukkan kembali gen-gen klon ke dalam
tanaman juga bukan sesuatu yang mudah. Peneliti menggunakan bakteri Agrobacterium
yang dapat menginfeksi tumbuhan dengan lengkungan kecil DNA yang disebut
plasmid Ti yang kemudian menempatkan diri sendiri ke dalam kromosom tumbuhan.
Agrobacterium
merupakan vektor yang siap pakai. Tambahkan saja beberapa gen ke plasmid,
oleskan pada sehelai daun, tunggu sampai infeksi terjadi, setelah itu tumbuhkan
sebuah tumbuhan baru dari sel-sel daun tadi. Selanjutnya tumbuhan itu akan
mewariskan gen baru kepada benih-benihnya. Rekayasa genetika pada tanaman tumbuh
lebih cepat dibandingkan dunia kedokteran. Alasan pertama karena tumbuhan
mempunyai sifat totipotensi (setiap potongan organ tumbuhan dapat menjadi
tumbuhan yang sempurna). Hal ini tidak dapat terjadi pada hewan, kita tidak
dapat menumbuhkan seekor tikus dari potongan kepala atau ekornya. Alasan kedua
karena petani merupakan potensi besar bagi varietas-varietas baru yang lebih
unggul, sehingga mengundang para pebisnis untuk masuk ke area ini.
Pengendalian Hama Kutu Kebul dengan Penggunaan Tanaman Jagung sebagai Tanaman Penghalang
Pengendalian Hama Kutu Kebul
dengan Penggunaan Tanaman Jagung sebagai Tanaman Penghalang
|
Berita
|
|
Oleh : Yopi Wahyu Febrianto
|
|
|
|
Salah
satu gangguan dalam meningkatkan produksi kedelai adalah serangan
hama kutu kebul Bemisia tabaci Gennadius. Kehilangan hasil akibat
serangan hama kutu kebul ini dapat mencapai 80%, bahkan pada serangan berat
dapat menyebabkan puso (gagal panen). Sebagian besar pengendalian hama kutu
kebul pada tanaman kedelai di tingkat petani sampai saat ini masih
mengandalkan insektisida, namun demikian masih sering kali gagal dalam
pelaksanaannya. Pengendalian hama kutu kebul dapat dilakukan dengan
berlandaskan strategi penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Prinsip
operasional yang digunakan dalam pelaksanaan PHT salah satunya adalah budi
daya tanaman sehat. Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologi yang
tinggi terhadap gangguan hama. Pengendalian kultur teknis merupakan tindakan
preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan sasaran agar
populasi tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Salah satu
tindakan kultur teknis adalah dengan menggunakan tanaman jagung sebagai
penghalang (barier) pada tanaman kedelai untuk mengendalikan hama kutu kebul.
Untuk mengembangkan teknik pengendalian hama ini diperlukan pengetahuan
sifat-sifat ekosistem setempat khususnya tentang ekologi dan perilaku hama
seperti tentang bagaimana hama memperoleh berbagai persyaratan bagi
kehidupannya termasuk makanan, perkawinan, dan tempat persembunyian untuk
menghindarkan serangan cuaca buruk dan berbagai musuh alami. Dari pengetahuan
biologi dan ekologi hama, kita dapat mengerti tentang titik lemah hama
sehingga dapat diketahui fase hidup hama yang paling tepat untuk dilakukan
pengendalian. Teknik pengendalian hama secara budi daya dapat dikelompokkan
menjadi empat sesuai dengan sasaran yang akan dicapai yaitu: 1) mengurangi
kesesuaian ekosistem, 2) mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup
hama, 3) mengalihkan populasi hama menjauhi tanaman, dan 4) mengurangi dampak
kerusakan tanaman.
Penanaman
tanaman penghalang atau penolak bertujuan untuk menghambat
penerbangan/migrasi hama. Penanaman jagung pada areal pertanaman kedelai
dimaksudkan untuk menghalangi atau mengganggu migrasi hama kutu kebul.
Penelitian Moreau (2010) menunjukkan kombinasi tanaman perangkap dengan yellow
sticky traps mampu menurunkan populasi kutu kebul pada pertanaman cabai
hingga 53%. Tanaman penghalang (barier) dengan tanaman jagung yang
rapat dapat membantu mengurangi migrasi kutu kebul. Populasi kutu kebul pada
tanaman kedelai yang tidak diberi tanaman penghalang rata-rata 50% lebih
besar dibanding tanaman yang diberi penghalang sejak 35 hari setelah tanam
(HST) (Tabel 1). Pada 63 HST, populasi kutu kebul pada petak dengan tanaman
penghalang hanya sepertiga dari populasi kutu kebul pada petak tanpa
penghalang. Tanaman jagung selain bermanfaat sebagai penghalang fisik
masuknya kutu kebul ke pertanaman kedelai juga dapat berfungsi sebagai inang
bagi serangga predator bagi kutu kebul seperti kumbang Coccinellidae (Menochilus
sexmaculatus Fab.). Dengan adanya tanaman jagung di sekeliling tanaman
kedelai diharapkan dapat melestarikan dan meningkatkan musuh alami yang telah
ada dengan memanipulasi lingkungan sehingga menguntungkan kemampuan bertahan
hidupnya. Penanaman jagung lebih awal yaitu 3 minggu sebelum tanaman kedelai
dapat mencegah masuknya kutu kebul dari luar ke petak pertanaman kedelai.
Penanaman
tanaman jagung 2-3 baris di sekeliling petak dengan jarak tanam rapat 50 x 15
cm yang ditanam 2-3 minggu sebelum tanam kedelai, merupakan tindakan kultur
teknis yang melindungan tanaman kedelai dari serangan kutu kebul. Untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengendalian secara bercocok tanam
perlu dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan
prinsip-prinsip PHT.
Sumber: Balitkabi
|
BERAS ANALOG
Beras Analog, Bukan Beras Biasa
Penulis:
Deborah Gita Sakinah (13356)
Sumber:
Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia
Indonesia dulunya dikenal dengan negara agraris. Hal
ini didukung oleh fakta tercapainya swasembada pangan pada era Suharto dengan
produksi beras 28,5 juta ton per tahun. Namun, peningkatan jumlah populasi
penduduk Indonesia dengan maraknya problematika alih fungsi lahan menyebabkan
turunnya angka produksi beras. Beras impor menjadi salah satu alternatif untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi juga dapat berperan sebagai
jebakan pangan yang menciptakan ketergantungan. Strategi yang bisa dilakukan
untuk untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah program diversifikasi
pangan. Selain beras, Indonesia juga memiliki sumber pangan lokal lain seperti
jagung, sorgum, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan lain-lain. Namun bahan pangan non
beras tersebut kalah populer dengan beras dan konsumsinya pun semakin menurun
akibat kebijakan swasembada beras yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Keunggulan beras pada ketersediaan yang melimpah, mudah dicari dan proses
pengolahannya yang mudah mengakibatkan masyarakat menjadi sulit untuk dialihkan
konsumsinya ke sumber pangan lain non beras. Agar program diverisikasi pangan
yang dilakukan mampu menurunkan tingkat konsumsi beras dan mendongkrak tingkat
konsumsi sumber pangan lain maka sumber bahan pangan lokal non beras tersebut
harus diolah sedemikian rupa sehingga mempunyai karakteristik seperti beras,
baik sifat-sifat fisik butiran, penanakan dan tekstur. Produk beras yang dibuat
dari bahan non padi tersebut lebih dikenal sebagai beras analog.
Bentuk fisik dari beras analog ini mirip dengan beras
padi, namun terbuat dari campuran bahan baku lokal, seperti sagu, sorgum,
umbi-umbian, dan jagung. Bahan baku yang dipakai untuk sementara yaitu sorgum,
jagung, dan sagu. Menurut Slamet Budjianto, sebagai produk diversifikasi
pangan, beras analog memiliki keunggulan dalam komposisi bahan baku. Sorgum
dipilih karena indeks glikemiknya rendah, dimana indeks glikemik tersebut
merupakan dampak makanan terhadap kadar gula darah, begitupun jagung dan sagu.
Sehingga beras analog ini menyehatkan dan baik bagi penderita diabetes. Kandungan
protein beras analog 12 persen, lebih tinggi dibandingkan beras yang hanya 6-8
persen.
Sorgum bisa ditanam di lahan kritis,
seperti daerah kering Nusa Tenggara. Demikian pula jagung. Kelebihan lain,
sekali tanam, sorgum bisa dipanen sampai tiga kali. Batang sorgum bisa diolah
menjadi silase untuk pakan ternak. Bahan baku lain, jagung juga mengandung
protein lebih tinggi ketimbang beras. Sagu memang tidak memiliki kandungan
protein, tetapi indeks glikemik sagu dan jagung juga rendah. Kandungan serat
beras analog cukup tinggi sehingga menunjang perbaikan pencernaan. Dari sisi
ketahanan terhadap lingkungan air payau, tanaman sagu cocok untuk menahan
abrasi. Penanaman sagu di pesisir bermanfaat mengurangi dampak kenaikan muka
laut akibat pemanasan global. Dengan demikian, mengonsumsi beras analog, selain
memetik manfaat indeks glikemik rendah, juga berkontribusi terhadap perbaikan
lingkungan. Paling tidak, makan beras analog yang berbahan baku sorgum, jagung,
dan sagu akan lebih lama merasa kenyang dan mendapat kadar protein yang lebih
tinggi dibandingkan beras. Kadar protein tinggi pada beras analog bisa
memperbaiki gizi masyarakat yang kesulitan mengakses sumber protein.
Teknologi pembuatan beras analog membutuhkan alat
granulator (mesin pencetak pelet), dan mesin lainnya. Proses pembuatan beras
analog dapat menggunakan metode granulasi dan metode ekstrusi. Teknologi
tersebut sudah dikembangkan di China dan Filipina. Pembuatan beras analog yang
telah dikembangkan di IPB menggunakan teknologi ekstrusi dengan sistem tekanan
dan pembentukan ulir yang menggunakan mesin tween
screw extruder. Hasil akhirnya menyerupai beras, tetapi dengan warna
kecoklat-coklatan. Hal paling kritis yang harus dikendalikan saat mencetak
campuran bahan baku menjadi beras analog adalah ketepatan suhu, kecepatan ulir
mesin, dan kadar air pada adonan. Berbeda dengan beras biasa yang dimasak
bersama air, pada beras analog, air dididihkan lebih dulu, baru beras
dimasukkan.
Kandungan zat gizi dalam beras analog bisa disesuaikan
dengan kebutuhan. Beras analog bisa dinaikkan kadar protein, serat, ataupun
antioksidannya dengan menyesuaikan bahan baku. Slamet menyatakan, beras analog
bisa dibuat menggunakan bahan baku lokal daerah terkait. Sifat fleksibel inilah
yang menjadi titik unggul pada beras analog dan hal ini tentu saja dapat
menekan angka impor beras dan gandum. Dengan
berbagai kelebihan itu, beras analog bisa dikembangkan secara luas, bahkan bisa
diproduksi besar-besaran untuk ekspor. Kekayaan biodiversitas Indonesia berupa
aneka tanaman sumber karbohidrat, protein, dan serat merupakan modal nyata.
Langganan:
Postingan (Atom)